Jumat, 18 Juli 2014

Mencoba Apply beasiswa MEXT Monbukagakusho ~Teledor~

"Beasiswa itu bagaikan Gula yang selalu dikerubungi Semut"

Hidup ku selalu rumit, tapi terkadang akhirnya membuat Aku bahagia, selalu ada saja yang Aku korbankan dalam setiap langkah meraihnya. Itu juga karena keteledoran ku... Mungkin bisa dibilang Apes, tapi jika dimaknai dari pandangan positif, ternyata teguran dari Allah bahwa Aku harus berhati-hati lagi.

Sebelumnya, ucapan terimakasih ku kepada Pak Tappil Rambe yang awalnya mengusulkan Jurusan Pendidikan Sejarah PKL ke Luar Negeri, beliau berkeinginan setelah pulang dari 3 Negara yaitu Malaysia, Singapura dan Thailand maka terbukalah hati para Mahasiswa/i nya untuk melanjutkan ke Jenjang yang lebih tinggi di luar Negeri. Tanggal 14 Mai 2013 lalu kami hampir seluruh keluarga besar Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Medan beserta para Ibu/Bapak Dosen landing ke Negeri Jiran, dan setelah pulang luar biasa hati terbuka lebar untuk mencoba beberapa beasiswa agar bisa kuliah di luar negeri.

Awalnya, Aku tertarik untuk belajar ke Malaysia, namun tidak ada beasiswa yang di tawarkan. Membuka Google saat itu Maret 2014 Aku ingin mencoba beasiswa Pemerintah Jepang MEXT Monbukagakusho, ada alasan mengapa Aku ambil ini. Sudah mempertimbangkannya matang-matang apa yang harus ku persiapkan jika lulus disana. Aku punya abang disana namanya Ahmad Riyanto yang menikah dengan orang Jepang. So... apalagi yang di khawatirkan? Oops... tapi tidak segampang itu gan, mesti banyak yang dipersiapkan dimulai dari bahasa Jepang dan Inggris, LoA (Letter of Acceptance), dan yang lebih penting adalah Kelulusan Beasiswanya dulu ^_^, hehehe.... Kalau tidak lulus bagaimana mau berangkat meskipun batin dan perlengkapan sudah siap !!! :O

Semenjak pengen kuliah di Jepang Aku rajin mengunjungi Konsulat Jendral Jepang di Medan, yang beralamat di Sinar Mas Land Plaza (Wisma BII) Lantai 5. Jl. P. Diponegoro No. 18 Medan, bertanya seputar Beasiswa Monbusho (namanya sekarang Monbukagakusho) Beasiswa ini meliputi biaya studi dan biaya hidup, tanpa ikatan apapun.
Aku kembali ke kos mempersiapkan berkas yang ingin dikirim ke Kedutaan Besar di Jakarta. Jl. M.H. Thamrin no.24. Setelah semuanya lengkap, akan aku kirim via Pos (Bundaran Jantung Kota Medan yang ada Indomaretnya X_X). Ada sedikit hal memalukan di Kantor Pos ini, awalnya di persyaratan berkas yang akan dikirim tidak melampirkan Proposal Rencana Studi, dan tidak melampirkan print out formulir pendaftaran yang dikirim via Email, jadi saat semuanya sudah lengkap Aku antar ke Indomaret Pos malam hari pukul 22.00 WIB (mereka udah mau pulang, hihihi...), dan sampai Indomaret tiba-tiba aku ragu seperti ada yang kurang karena di internet harus menyertakan proposal dan print out, sedangkan berkas sudah terbungkus amplop rapi dan sudah di tempel atribut pos, bayar Rp 17.000,- dan diberikan kertas resi.
Aku bertanya pada salah seorang pekerja.
A : Mbak besok jam berapa dikirim?
M : jam 09.00 WIB mbak...
A : aku ragu mbak takut ada yang kurang
M : kok gitu mbak, apa mbak gak pernah kirim ke Pos ya?
A : X_X, bukan gitu mbak berkasnya seperti ada yang kurang. Gini aja mbak... kalau besok jam 09.00 WIB Sy tidak datang berarti fix kirim aja ya mbak.
M : ia mbak...

Aku pulang dengan penuh ragu, berfikir sepanjang malam di kos-kosan. Paginya... aku putuskan pergi ke Konsulat Jendral pagi-pagi bertanya apakah Proposal dan Print out dilampirkan. Pekerja Konjen bilang,"ia mbak wajib dilampirkan". Saat mendengarnya, seperti piring terjatuh "Klenteengg" pecah seribu. OMG... Aku berlari secepat kuda mencari warnet terdekat untuk print out formulir dan menterjemahkannya ke bahasa Inggris mengejar waktu sebelum pukul 09.00 WIB karena hari ini adalah hari terakhir pengiriman berkas agar sampai tepat waktu ke Jakarta. Setelah print out, aku kembali memacu sepeda motor ke Kantor Pos, mencari mbak-mbak Indomaret, dan Taraaaa...... "berkasnya udah kami antar mbak dan udah mau diberangkatkan barangnya". Singkat cerita, Aku beli amplop baru dan menimbangnya lagi, fikir ku tidak seberat berkas yang semalam berarti lebih murah biayanya karena uang ku tinggal Rp 16.000,-, pas-pasan X_X.
Aneh memang 1 berkas menjadi 2 amplop, hihihihi.... (jangan ditiru)
A : berapa mbak?
M : Rp 17.000,- mbak...
A : Apaaaa????? (-_-"))
     Aduh mbak, uang Sy kurang Rp 1.000,- X_X gimana ya mbak, mbak tambahin dulu deh Sy utang mbak, nanti Sy lewat Sy bayar, ya mbak?
M : (dia hanya senyum-senyum...)
A : Aku salamin tu mbak2, sambil bilang permisi. (menggerutu di hati, Aduhh... malunya, tapi mbak itu pelit banget masak nggak mau nyumbangin seribu aja untuk ku? tapi ya sudah lah, mungkin karena ini aku bisa lulus), aku keluar mengerah sepeda motor ku. Mampusss deh Gw.... ada tukang parkir X_X, alasan apa lagi nih, benar2 malu dan apess hari ini.
Wajah tukang parkirnya seram...
A : Pak maaf, bukannya Sy gak mau bayar, uang Sy habis Pak buat bayar Pos tadi, maaf Pak, maaf...!!!
P : Hemmm (seperti suara raksasa hemm, tanda meng "ia" kan),
A : Terimakasih Pak (sambil berdoa didalam hati, semoga banyak rezkinya karena telah menolong ku)

Aku langsung kabur. Woooaaa.....
Uang ku ludess, tertinggallah isi bensin yang menyelamatkan ku sampai di kos,

Pengumuman di bulan Juni, 2 bulan lebih waktu yang diberikan untuk menunggu. Beginilah nasib kalau sudah menjadi sarjana, mencari uang sendiri. Uang honor menjadi Guru di SMA Negeri 1 Stabat hanya mencukupi untuk beli kebutuhan sehari-hari di kos walau terkadang kurang tetap di syukuri :)

Catatan :
Sebelum bertindak dan memutuskan sesuatu, fikirlah terlebih dulu resiko yang akan terjadi, semoga tidak teledor seperti Saya.

Nantikan kelanjutan kisah ini saat Pengumuman Beasiswa MEXT Monbukagakusho :)
Semoga ada hikmahnya :)
By ~ Yusfa Santi

Selasa, 15 Juli 2014

Kepala Indaruk pada Ritual Pernikahan Adat Banjar di Desa Sungai Ular




  Sejarah Kepala Indaruk
Konon dulunya di daerah Kalimantan Selatan ada cerita rakyat mengenai asal usul kepala indaruk yang hingga kini masih dilaksanakan oleh sebagian orang di Desa Sungai Ular. Awalnya sepasang suami istri pergi ke sebuah Lubuk (Lubuk Tatau). Panggilannya Mamak emon dan Abah Emon (sebutan untuk orang tua Emon). Mereka menangguk ikan untuk dijadikan lauk makan, tetapi bukannya ikan yang didapat, mereka menemukan sebuah telur besar. Mereka langsung membuangnya, menangguk lagi masih saja mendapatkan telur yang tadi telah dibuang, setelah itu mereka membuang telur yang mereka temukan kedua kalinya, dalam tanggukan ketiga mereka menemukan telur yang mereka buang tadi. Hingga akhirnya kedua pasangan tersebut kesal dan membawa pulang telur sebesar kelapa tersebut.

Mereka rebus telur itu untuk dimakan, setelah dimakan mereka berniat untuk tidur siang kedalam kelambu. Mamak Emon berkata “kenapa pelihatan ku ini habang hijau melihat andika !!”, Abah Emon pun berkata “Ulun jua, pelihatan habang hijau malihat andika bersisik”. Merasakan perubahan kedua orang tua Emon ini memanggil anaknya si Emon dan mengatakan kejadiannya sebelum mereka berubah menjadi sepasang Naga besar. Mereka meminta sebuah permintaan kepada Emon untuk menebangkan kayu memalik dan kayu berunai untuk dipasangkan di dekat tangga. Emon mencarikan kayu yang di pinta oleh kedua orang tuanya, kayu tersebut ternyata untuk jalan mereka turun menuju ke sungai. Kedua pasang Naga turun kesungai dan berpesan kepada anaknya Emon, jika Emon rindu dan ingin bertemu orang tuanya bawalah beratih, bersama nasi pulut kuning dan telur untuk ditaburi di Sungai dimana kedua orang tuanya turun jika si Emon ingin berjumpa kedua orang tuanya. Inilah awal kisah kepala indaruk, sebelum ritual kepala indaruk maka akan ada acara pengambilan Banyu Hadus di sungai untuk memperingati Nenek moyang (orang tua Emon).


·         Kepala Indaruk

Kepala indaruk merupakan acara adat/tradisi turun temurun sebagian masyarakat Banjar yang diadakan disaat hajatan Pernikahan di Desa Sungai Ular, tidak semua orang yang ingin mengadakan pernikahan menggunakan acara ini, hanya sebagian orang saja/yang memiliki keturunan saja dari orang tuanya sehingga dapat melaksanakan ritual adat tersebut. Kepala indaruk dianggap penyakit, karena harus di turunkan kepada generasi-generasi penerus yang melaksanakan pernikahan.

Masa kini di Desa Sungai Ular sebelum acara kepala indaruk dilaksanakan, maka akan ada prosesi pengambilan Banyu Hadus, mengambil Banyu Hadus harus membawa sesajian ke Sungai, sajinya tersebut antara lain cengkaruk kacak, cengkaruk bahambur, pulut kuning, hintaluk, baras kuning dan beratih. air yang sudah diambil di dalam tembikar dibawa pulang untuk dimandikan kepada pengantin disaat Bepapai pasca acara Kepala Indaruk selesai agar roh nenek moyang tidak mengganggu pengantin.

Diungkapkan pula oleh Nekek Arsanah (wawancara), yakni “zaman bahari Nenek Saya ada keturunan meneruskan Kepala Indaruk, tetapi sudah Nenek Saya buang ke Sungai, nenek Saya takut meneruskan tradisi ini. Lalu beliau buanglah segala perlengkapan Kepala Indaruk seperti payung kuning, baju kuning, tilam kuning, lancang kuning, pokoknya semua peralatan yang berwarna kuning nenek Saya buang ke Sungai haung kerah laut, biar hilang, biar gak ada lagi diminta-minta sama kami”.

Sebelum mengadakan acara Kepala indaruk esok harinya, dimalam hari sebelum resepsi maka akan dilaksanakan acara adat yaitu Beundur Bemarak (pertemuan kedua Pengantin), hampir mirip dengan acara Kepala Indaruk dengan sesajian-sesajian yang sama bedanya disini Beundur Bemarak diadakan di malam hari sedangkan Kepala Indaruk di siang harinya.

Ungkapan lain dari Nek Diang mengenai tradisi Kepala Indaruk (wawancara), yaitu “Kepala Indaruk dilaksanakan atas perintaan roh-roh nenek moyang. Sebelum acara dimulai yang perlu disiapkan untuk menjadi sesajian adalah Nasi pulut kuning, nasi pulut putih, hintaluk (telur), jari lima/ tapak tangan (kue keras berbentuk bulat jarring-jaring berwarna merah, hijau, putih, kuning, merah jambu), beratih (beras pulut yang di sangrai/corn pulut), lamang (lemang), bubur putih, bubur habang (bubur merah) sepiring-sepiring, gegauk, cengkaruk kacak, cengkaruk bahambur, dodol, banyu hadus, pisang, tapai (tape), niur (kelapa), banyu kinca (air santai pakai gula merah), baras kuning (pakai kunyit) dan wajik. Sesaji ini tidak boleh kurang macamnya, karena roh akan meminta lagi. Sesaji untuk Kepala Indaruk berbeda dengan yang ada di dalam kelambu,kalau di dalam kelambu antara lain bubur putih, bubur habang, pulut putih pakai hintaluk dan pulut habang pakai hintaluk.

Roh-roh dipanggil (dari Banjar Kalua/roh-roh keturunan Raja) untuk menghadiri Kepala Indaruk yang mereka pinta. Kedua kepala Naga terbuat dari tempalau nipah yang dibaluti dan dihias menggunakan kertas berwarna, nipah dibentuk menyerupai kepala Naga untuk digabungkan dengan tubuh Naga yang terbuat dari pelepah kelapa sebagai lapisan tubuh naga dan kain sebagai balutan untuk leher naga. Naga jantan dapat dilihat dari janggutnya, dan Naga betina tidak menggunakan janggut. Didalam mulut Naga yang menganga juga diletakkan sesajian berupa nasi pulut kuning beserta telur.

Saat alat musik dialunkan bersama gempulan asap kemenyan, saat itu pula Kepala Indaruk di mulai. Dengan diiringi masyarakat yang berjatuhan, mereka kerasukan, menari-nari, menjerit-jerit, memakan sesajian, memegang tombak, sambil mengelilingi kepala Naga. Sedangkan Pengantin di gendong, diletakkan di atas bahu mengelilingi Naga dengan di payungi oleh orang tua. Setelah puas mereka menari, bermain kucing-kucingan, maka acara yang paling menegangkan adalah ketika tubuh Naga di panjat oleh oaring-orang yang kerasukan secara bergantian untuk dihancurkan. Kepala Naga di pukul-pukul hingga hancur dan tubuh Naga ambruk. Naga dihancurkan agar tidak hidup. Konon, Naga yang tidak di musnahkan, maka ia akan hidup, membuka matanya untuk mengganggu keluarga pengantin. Saat inilah acara Kepala Indaruk berakhir yang dilanjutkan dengan Mandi Bepapai. Pengantin dimandikan dengan Banyu Hadus yang telah diambil pada saat pengambilan Banyu Hadus. Kedua pengantin dimandikan dengan air kelapa menggunakan pelepah pinang yang di ukir hingga menyerupai gigi-gigi naga.

Orang-orang yang kerasukan di tepung tawari untuk memulangkan roh-roh yang merasuki mereka. Air tepung tawar terdiri dari bunga tujuh rupa, kunyit, kencur yang di campur dengan minyak nyonyong, dirajah/dipercikan kepada orang-orang yang kerasukan hingga mereka tersadar.

Nek Sainah (wawancara) menuturkan berdasarkan pengalamannya, yakni “menikah pada masa Saya ada hiburan tradisionalnya yang sekarang ini sudah tidak ada lagi di temukan yaitu Ketoprak Banjar”. Mengenai kapan orang tua Nek Sainah bermigran ke Desa Sungai Ular, Beliau mengatakan “Kakeknya H. Ibrahim dan Neneknya Hj. Diang Cantung datang ke Desa Sungai Ular karena adanya terjadi Perang Banjar di Banjar (Kalimantan Selatan), dulu mereka menyebut Kalimantan Selatan dengan sebutan Tanah Banjar. Nenek Saya datang membawa anak-anaknya yaitu Usra, Anang, Yunan, Jalani, Iran dan Ibunya Jumiah. Mengenai tahunnya, Saya tidak tahu tahun berapa mereka pindah kesini, tetapi Saya masih ingat rumah mereka dulu adanya di pinggir Sungai yang terbuat dari kayu ulin, kayu yang sangat kuat yang mereka bawa dari tanah Banjar”.

Saat ini terhitung, dari awal kedatangan Neneknya bersama orang tuanya  sudah sampai generasi ke-6, tercatat dari awal kedatangan neneknya sampai cicitnya sekarang.

Beliau bercerita, awal dari kata Sungai Ular untuk Desa ini adalah “ketika itu ada ular besar di sungai sewaktu seseorang mencari kayu. Lalu ularnya di pukul hingga jatuh dan berenang mengikuti kelokan sungai yang memanjang ke arah laut. Hingga Desa ini di sebut sebagai Desa Sungai Ular”

Senin, 14 Juli 2014

Makanan Olahan Khas Banjar Desa Sungai Ular, Kecamatan Secanggang



  Urang Banjar di Desa Sungai Ular terkenal pandai mengolah makanan dengan cara mengawetkan/memaja. Ilmu memasak tradisional masyarakat Banjar masih melekat hingga saat ini, turun temurun dari leluhur yang dibawa dari tanah kelahiran, karena ujar urang bahari “Semua kebaikan dan keburukan melalui perut”, jadi makanlah yang halal jangan yang haram, karena isi perut adalah segala-gala iman. Jadi, memasak adalah unsur budaya yang sangat penting, sebab mempengaruhi harkat dan martabat seseorang. Makanan khas Banjar yang terkenal hingga kini di Kalimantan Selatan maupun di Desa Sungai Ular adalah Wadi’ dan Mandai. Dua jenis kuliner menggiurkan yang tidak ada pada suku lain manapun.
·      Wadi’ (Ikan fermentasi), yaitu ikan sawah seperti sepat, papuyu, badau ataupun ikan air tawar lainnya yang diberi garam bercampur rebuk beras atau gabah yang disangrai/ digoreng tanpa minyak, yang selanjutnya ditumbuk kasar. Dalam proses mawadi`, harus dicampur garam yang banyak, agar ikan tetap awet dan tidak mudah busuk. Ikan yang di proses seperti ini disebut Wadi`. Ikan olahan yang di fermentasi ini awet hingga satu tahun lamanya di dalam toples. Untuk mengkonsumsinya menjadi lauk, ikan wadi` harus di goreng terlebih dahulu, atau ditambahkan sedikit bawang. Untuk olahan lainnya, wadi` juga sangat enak dimasak dengan bungkusan daun pisang dipais/dipepes. Wadi` di Desa Sungai Ular merupakan makanan langka yang sangat diminati masyarakat di Desa tersebut. Wadi bisa ditemukan ketika musim penghujan datang, dimana banyak terdapat ikan-ikan sawah untuk diolah menjadi wadi`.

·         Mandai (kulit cempedak yang di fermentasi), mandai dibuat dari kulit Tiwadak (cempedak) yang kulit luarnya dikupas sehingga duri/geriginya hilang, kemudian kulit dalam beserta serat-seratnya diolah sedemikian rupa dengan member garam, selanjutnya dipaja/diperam (difermentasikan) di dalam bejana non logam atau di dalam toples. Rasa mandai sangat khas, terasa sedikit asam, tapi ini sungguh enak, di masak dengan cara digoreng atau ditumis kering dengan cabai beserta bawang. Hanya sesederhana itu memasaknya, sangat enak jika disajikan dengan nasi panas.
Kadang-kadang dalam waktu-waktu tertentu mandai bisa menjadi sangat di favoritkan untuk dimakan mengalahkan daging sapi atau ayam atau ikan-ikan lainnya sebagai lauk. Beberapa hotel terkemuka telah menyajikan mandai dalam menu restoran mereka. Bahkan dengar-dengar Presiden SBY pun menyukainya. Biasanya beliau memesannya memalui kader partai Demokrat yang datang ke Jakarta.